PPh atau Pajak Penghasilan merupakan pungutan pajak atas penghasilan terhadap perorangan, lembaga, maupun perusahaan tertentu. Di Indonesia, setidaknya ada beberapa jenis pajak yang masing-masingnya memiliki ketentuan tersendiri.
Melalui pungutan pajak, maka negara bisa melakukan semua aktivitasnya yang meliputi pembangunan infrastruktur, subsidi bahan bakar minyak (BBM), hingga membayar upah atau gaji para pegawai negeri. Pada intinya, pajak merupakan sumber utama pendapatan bagi sebuah negara.
Siapakah yang Mengelola Pajak?
Menurut informasi yang didapat, pajak di negara Indonesia dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang disebut dengan pajak pusat, sedangkan yang lainnya dikelola oleh pihak pemerintah daerah (PEMDA) atau yang biasa disebut dengan istilah pajak daerah.
Sebagaimana yang sudah disebutkan pada ulasan diatas tadi, bahwa pajak penghasilan terdiri kedalam berbagai jenis. Adapun mengenai berbagai jenis pajak penghasilan yang dimaksud seperti dibawah ini:
- Pajak Penghasilan (PPh)
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
- Bea Materai
Sementara jenis pajak yang dikelola oleh pihak pemerintah daerah seperti berikut:
- Pajak hotel dan restauran
- Pajak kendaraan bermotor
- Pajak reklame
- Pajak penerangan jalan
- Pajak hiburan
- Pajak balik nama kendaraan bermotor.
Pada dasarnya, Direktorat Jenderal Pajak telah membagi pajak pengasilan menjadi dua jenis perbeda, yakni dalam PPh pasal 21 dan PPh pasal 23. Lantas, apa bedanya PPh 21 dan PPh 23?
Mengenal PPh 21 dan PPh 23 Berdasarkan Subjeknya
Perlu diketahui, PPh pasal 21 adalah pungutan pajak atas penghasilan yang bisa berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, serta pembayaran lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa, jabatan, hingga kegiatan yang dilakukan oleh perorangan dalam negeri.
Beralih ke PPh pasal 23 yang berlaku untuk penghasilan atas modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan.
Perbedaan Konsep PPh 21 dan PPh 23
Dalam UUD PPh yang berdasarkan status subjek pajak penerima penghasilan, maka transaksi jasa yang akan dibayarkan kepada pihak wajib pajak pribadi dalam negeri termasuk kategori objek PPh pasal 21.
Berbeda dengan transaksi yang dibayarkan kepad pihak wajib pajak dalam negeri, maka mereka termasuk kedalam objek PPh pasal 23. Sebagai contohnya, subjek wajib pajak perorangan merupakan karyawan yang bekerja disebuah perusahaan. Sedangkan wajib pajak badan merupakan supplier atau vendor yang menjual jasanya kepada sebuah perusahaan.
Jadi PPh 21 hanya diperuntukkan bagi para pegawai, bukan pegawai, penerima pensiun maupun uang pesangon, anggota dewan komisaris, mantan pekerja, dan peserta kegiatan. Adapun PPh 23 yang diperuntukkan untuk penerima modal, jasa, hadiah, dan penghargaan.
Perbedaan PPh 21 dan PPh 23 Berdasarkan Tarifnya
Tarif pada PPh 21 akan berlaku bagi seorang karyawan yang penghasilannya mencapai Rp 50 juta per tahun sehingga akan dipotong sebesar 5%, penghasilan Rp-50 250 juta per tahun dipotong sebesar 15%, penghasilan Rp 250-500 juta per tahun dipotong sebesar 25%, dan penghasilan diatas Rp 500 juta per tahun dipotong sebesar 30%.
Lain halnya dengan tarif PPh 23 yang diberlakukan atas nilai DPP (Dasar Pengenaan Pajak), atau jumlah bruto penghasilan. Jumlah bruto itu sendiri merupakan jumlah penghasilan yang dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelanggara kegiatan, bentuk usaha tetap, hingga perwakilan perusahaan luar negeri.